Sarjana Menganggur?

 

Pengangguran Terdidik adalah seseorang yang telah lulus dari perguruan tinggi negeri atau swasta dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para penganggur terdidik biasannya dari kelompok masyarakat menengah ke atas, yang memungkinkan adanya jaminan kelangsungan hidup meski menganggur. Pengangguran terdidik sangat berkaitan dengan Masalah kependidikan di negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas, dan Kurangnya lapangan pekerjaan yang akan berimbas pada kemapanan sosial dan eksistensi pendidikan dalam pandangan masyarakat. Pada masyarakat yang tengah berkembang, pendidikan diposisikan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain, tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan, adalah teraihnya lapangan kerja yang diharapkan. Atau setidak-tidaknya, setelah lulus dapat bekerja di sektor formal yang memiliki nilai "gengsi" yang lebih tinggi di banding sektor informal. Dengan meningkatnya pengangguran terdidik menjadi sinyal yang cukup mengganggu bagi perencana pendidikan di negara-negara berkembang pada umumnya, khususnya di Indonesia. Sebenarnya gelar sarjana tak otomatis memuluskan jalan meraih pekerjaan

Sedikitnya dua juta lulusan perguruan tinggi, baik lulusan program diploma maupun sarjana, menganggur. Hal itu, antara lain, terjadi karena sebagian besar lulusan perguruan tinggi tidak memiliki keterampilan nonakademis. Padahal, dunia kerja atau industri justru menjadikan keterampilan nonakademis itu sebagai salah satu faktor penentu dalam penerimaan karyawan atau tenaga kerja.

Penyebab utama pengangguran terdidik adalah kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai denagn jurusan mereka, sehingga para lulusan yang berasal dari jenjang pendidikan atas baik umum maupun kejuruan dan tinggi tersebut tidak dapat terserap ke dalam lapangan pekerjaan yang ada. Faktanya lembaga pendidikan di Indonesia hanya menghasilkan pencari kerja, bukan pencipta kerja. Padahal, untuk menjadi seorang lulusan yang siap kerja, mereka perlu tambahan keterampilan di luar bidang akademik yang mereka kuasai. Disisi lain para pengangguran terdidik lebih memilih pekerjaan yang formal dan mereka maunya bekerja di tempat yang langsung menempatkan mereka di posisi yang enak, dapat banyak fasilitas, dan maunya langsung dapat gaji besar.

Padahal dewasa ini lapangan kerja di sektor formal mengalami penurunan,hal itu disebabkan melemahnya kinerja sektor riil dan daya saing Indonesia, yang menyebabkan melemahnya sektor industri dan produksi manufaktur yang berorientasi ekspor. Melemahnya sektor riil dan daya saing Indonesia secara langsung menyebabkan berkurangnya permintaan untuk tenaga kerja terdidik, yang mengakibatkan  meningkatnya jumlah pengangguran terdidik. Dengan kata lain, persoalan pengangguran terdidik muncul karena adanya informalisasi pasar kerja. Sebenarnya Sektor pertanian, kelautan, perkebunan, dan perikanan adalah contoh bidang-bidang yang masih membutuhkan tenaga ahli. Namun para sarjana tak mau bekerja di tempat-tempat seperti itu dan mereka umumnya juga tidak mau memulai karier dari bawah. Budaya malas juga disinyalir sebagai penyebab tingginya angka pengangguran sarjana di Indonesia.

Keterampilan atau keahlian nonakademis yang dimaksud itu, antara lain, adalah keterampilan presentasi, manajemen konflik, berbicara di depan publik, dan kerja sama dalam satu tim. Tanpa keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja ini, kualitas lulusan perguruan tinggi pun tidak maksimal berkembang. Akibatnya, 4,1 juta atau sekitar 22,2 persen dari 21,2 juta angkatan kerja terpaksa menganggur (hasil survei tenaga kerja nasional 2009 dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional).

Oleh karena itu sistem pendidikan di negeri ini harus dirubah, yaitu dengan cara lebih menekankan kepada pendidikan yang mencetak para wiraswasta atau enterpreneur muda ketimbang para pekerja muda atau para pegawai negeri. Caranya bisa dengan merubah kurikulum pendidikannya yang lebih berorientasi kepada kebutuhan pasar kerja dan bisa juga dengan membebankan mahasiswa atau pelajar sebelum menyelesaikan pendidikannya dengan kewajiban membuat suatu usaha atau kegiatan yang bernilai materi. Hal tersebut tentunya akan melatih pelajar dan mahasiswa untuk berpikir kritis membantu pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan.  Sistem pendidikan di Indonesia ternyata masih menghasilkan lulusan yang kemandirian dan semangat kewirausahaannya rendah. Sebagian besar lulusan pendidikan kita hanya bisa menjadi buruh atau karyawan. Persentase yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan bahkan mempekerjakan orang lain masih sedikit. Seorang sarjana harus mampu berpikir konstruktif, kreatif dan inovatif.

Sarjana harus menjadi pelopor, tak menunggu kesempatan.Namun, kenyataannya tak semua sarjana mempunyai pemikiran seperti Ini. Tidak ada negara maju yang pendidikannya mundur, dan tak ada pendidikan mundur yang mampu memajukan negara. Jika Indonesia ingin menjadi negara maju, benahilah sistem dan metode pendidikannya. Mulai yang paling kecil dan dilakukan sekarang juga. Perlu dicatat, ada semacam dilema dalam penyelenggaraan pendidikan di PT, yaitu antara memenuhi permintaan pasar atau bertahan dalam proses pendidikan tinggi yang ideal. Permintaan pasar dipenuhi perguruan tinggi dengan membuka program studi yang laku di pasar tenaga kerja.Berdasarkan pengamatan, saat ini program studi yang permintaannya cukup tinggi adalah manajemen informatika, teknologi informasi dan komunikasi serta broadcasting. Maka, PT berlomba-lomba membuka jurusan atau program studi tersebut. Namun, terkadang PT mengabaikan kompetensinya. Misalnya, sebuah PT berani membuka program studi teknologi informasi, padahal tak mempunyai tenaga ahli tetap untuk bidang tersebut.Ini banyak terjadi di berbagai PT. Alhasil, lulusan dari program studi itu tak memiliki bekal ilmu yang cukup sehingga menjadi sarjana tak berkualitas.

Alasan utama sebuah PT melakukan jalan pintas seperti itu adalah demi bertahan hidup dan memperluas bisnisnya. PT sekarang mempunyai paradigma sebagai unit bisnis yang harus menghasilkan keuntungan (profit oriented). Maka, orientasinya menghasilkan keuntungan, jumlah mahasiswa harus banyak. Mereka berbuat demikian karena dituntut bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan operasionalnyaMuncullah image di Indonesia bahwa pendidikan tinggi adalah sebuah pabrik pendidikan. Sehingga perlu ada perubahan kualitas sistem dan metode pendidikan, dosen, kesejahteraan tenaga pendidik, metode mengajar, dan infrastrukturnya. Dalam banyak hal patut kita cermati, peningkatan kualitas pendidikan adalah sebagai titik penentu yang mempertinggi kesempatan orang-orang terdidik memperoleh pekerjaan. Itulah masalah yang perlu kita atasi segera.
 
Strategi yang dapat dilakukan dalam mengatasi sarjana menganggur adalah:
  1. Tanamkan jiwa belajar dan membaca kepada para sarjana untuk merubah pola pikir (mindset) mereka terhadap pekerjaan atau pemenuhan kebutuhan hidup.
  2. Menggiatkan penyuluhan kepada para sarjana atau para intelektual untuk lebih berorientasi menciptakan pekerjaan ketimbang mencari kerja atau menjadi pegawai negeri.
  3. Merubah sistem pendidikan di Indonesia yang dapat menghasilkan lulusan-lulusan berkualitas dan siap untuk menduduki suatu pekerjaan sesuai dengan keahlian dan ilmunya.
  4. Menanamkan jiwa enterpreneur beserta prakteknya sebelum pelajar atau mahasiswa menamatkan pendidikanya di PT.
  5. Menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan memperbanyak lobi-lobi politik ke negara maupun perusahaan asing
  6. Memberdayakan para sarjana untuk mengembangkan daerah pedesaan serta memberikan kredit modal usaha dengan bunga ringan agar mereka mampu menciptakansumber usaha produktif

Pesan Untuk Sarjana Menganggur

Pengangguran di Indonesia lebih dari 10% jumlah penduduk, termasuk di dalamnya sarjana mulai dari D3 sampai S3. Mengapa sarjana menganggur??? Jelas ada yang salah pada sistem pendidikan di Indonesia, dan ini harus dikaji tanpa harus saling menyalahkan, salahkan diri sendiri mulai dari pelajar, mahasiswa, pengajar, dosen, pembuat kurikulum, menteri pendidikan, DPR serta Presiden, yang tujuannya adalah masing-masing mengevaluasi dirinya untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

Predikat Kesarjanaan tidak diperoleh dengan mudah tentu dilalui dengan suka duka mahasiswa dalam proses pembelajarannya dan sejumlah biaya yang harus dikeluarkan. Oleh karena itu sungguh sayang apabila seorang sarjana tidak bekerja atau tidak mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya itu. Artinya energi yang dikeluarkan saat menjadi mahasiswa (bahkan mulai dari SD) seakan menjadi sia-sia. Padahal program pemerintah dalam mengembangkan dan meningkatkan sumber daya manusia ada pada jenjang pendidikan tinggi.

Harapan pemerintah untuk para sarjana tentu tinggi yaitu bagaimana sarjana tersebut mampu mengelola sumber daya alam yang sangat melimpah dan mampu membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia secara keseluruhan. Persoalannya adalah bagaimana sarjana yang nganggur tersebut lebih kreatif, mempunyai inovasi, berjiwa entreupeneur dan satu lagi jiwa mengabdi kepada negara.

Bila Anda sebagai sarjana ingin mengabdi kepada negara (biasanya gaji atau penghasilan kecil) maka masih banyak anak-anak di Indonesia usia sekolah yang belum mengenyam pendidikan atau putus sekolah, maka kesempatan buat Anda untuk mengajari mereka, inilah tugas mulia untuk Anda, dan status Anda bukan lagi sarjana nganggur.


Referensi:
  1. http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=995:dua-juta-diploma-dan-sarjana-menganggur&catid=69:berita-terkait&Itemid=196 
  2. http://teropongumsu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=163:meningkatnya-pengangguran-terdidik-sarjana-di-indonesia&catid=13:artikel&Itemid=13 
  3. http://ayobangkitindonesiaku.wordpress.com/2008/02/10/pesan-untuk-sarjana-menganggur/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian dan Perbedaan Kekuasaan dan Kewenangan

CBN Internet (Palembang)

8 UNSUR ADMINISTRASI NEGARA