RUU redenominasi Rupiah

        Pada saat ini dapat kita lihat bahwa Negara Indonesia aadalah Negara yang berkembang (yang baru saja dikatakan Negara yang menuju kesempurnaan) dimana Negara ini masi banyak terdapat masyarakat yang miskin jauh dari kemajuan Negara,dan ada pun yang pengganguran, kurangnya pendidikan jauh dari jangkauan penglihatan pemerintahan Negara. ini semua masalah publik yang merajalelah di Negara Indonesia dan segeradiatasi secepatnya agar Negara kita dapat maju untuk kualitas bangsa, dengan secara cepat diatasi masalah publik tersebu, agar dapat bersaing Negara Indonesia dengan Negara lainnya.
        Dengan adanya isu dari para pejabat Indonesia tahun depan RUU redenominasi Rupiah diajukan ke DPR Rp.1000 Akan jadi Rp. 1 seperti dalam suatu wacana disurat kabar Sumek rabu 7 Desember 2011, Pemerintah bakal mengajukan RUU Redenominasi yang akan segera dibahas tahun depan. Tetapi proses tersebut pasti memiliki kekurangan dan kelebihan apabila redenominasi tersebut dilaksanakan di Indonesia.
          Redenominasi adalah pemotongan angka uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilainya. Sedangkan sanering adalah pemotongan nilai uang menjadi lebih kecil dan mengubah nilainya. Pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah jadi hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang dirubah dan disesuaikan, ini berbeda dengan sanering dimana nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil sehingga merugikan.
       PUBLIK tidak perlu panik dengan rencana Bank Indonesia (BI) untuk melakukan redenominasi rupiah. Sebab, langkah pengecilan mata uang tanpa mengurangi nilai tukar itu tidak memberikan dampak kerugian apa-apa kepada masyarakat. Malahan, kalau prasyarat dan kondisi mendukung, keputusan tersebut (kalaupun nanti jadi diterapkan) bisa bermanfaat bagi Indonesia.

 - Hal pertama yang harus dipahami pada redenominasi adalah kebijakan itu bukan sanering. Bukan kebijakan pemotongan uang, sehingga nilai uang yang disimpan masyarakat menyusut. Dalam kasus redenominasi, katakanlah dari Rp 1.000.000 menjadi Rp 1.000, nilai tukar Rp 1.000 itu sama dengan nilai Rp 1.000.000 sebelum redenominasi.
- Yang kedua, redenominasi tidak bisa dilakukan seketika. Butuh proses panjang. Untuk melaksanakannya, perlu sosialisasi, menyiapkan pencetakan uang baru, penarikan uang lama, serta berbagai penyesuaian yang lain. Semua itu belum tentu bisa selesai dalam lima tahun.

      Sosialisasi adalah tugas yang terpenting. Sebab, sebelum ini, istilah redenominasi tidak pernah kita kenal. Negara tentu tak mau ambil risiko yang membuat publik menganggap redenominasi sebagai sanering. Sebab, kalau itu yang dipahami masyarakat, hal tersebut sama saja dengan mencederai kepercayaan mereka. Sekali masyarakat dikecewakan -apalagi ini menyangkut kehilangan uang mereka-, akan sangat susah untuk mengembalikan kepercayaan mereka.
      Dalam hal ''pengecilan'' mata uang, kebijakan moneter yang dialami masyarakat Indonesia adalah sanering. Padahal, ''luka'' yang dirasakan masyarakat karena kebijakan itu (seperti yang terjadi pada 1960-an) membekas lama.
        Karena itu, saat mendengar redenominasi, yang dibayangkan sebagian masyarakat adalah sanering. Sosialisasi ini sangat penting agar masyarakat awam tidak panik dan melakukan tindakan yang kontraproduktif. Misalnya, ramai-ramai menarik simpanan dan menukarkannya ke dolar. Meski baru digulirkan sekarang, petinggi bank sentral menegaskan rencana tersebut sudah cukup lama dikaji. Kita percaya. Sebab, kita yakin BI sudah tentu tak akan gegabah meluncurkan ide redenominasi tanpa menghitung dampaknya. Yang masih perlu bukti adalah pemerintah dan BI serius menyosialisasikan rencana tersebut sehingga dipahami publik.
       Sebagaimana yang kita alami dengan konversi minyak tanah ke elpiji, sebuah tujuan baik bisa berekses negatif jika tidak hati-hati. Dalam kasus konversi energi, warga sukses diajak berbondong-bondong berpindah ke elpiji. Tapi, sayang, akibat kurangnya sosialisasi, banyak masyarakat yang menjadi korban ledakan tabung elpiji (sesuatu yang sebenarnya bisa dihindarkan).  Kita perlu belajar dari Turki, negara yang sebagian wilayahnya di Asia dan Eropa, yang juga sukses melakukan program serupa pada 2005.
       Beberapa tahun sebelumnya, negeri itu pernah mengalami hiper-inflasi sehingga harga-harga barang melonjak luar biasa. Akibatnya, mata uang lira Turki (TL) seperti tidak berharga.  Namun, lewat berbagai perbaikan kebijakan ekonomi, kini Turki menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Program redenominasi dengan mata uang barunya (yetele alias lira baru Turki) menghilangkan enam angka nol juga sukses. Rakyat Turki jadi bangga dengan mata uangnya. Untuk bayar taksi, misalnya, tak perlu harus membayar ''jutaan'' seperti dulu.
        Tak seperti Turki, ekonomi Indonesia sedang dalam posisi yang baik saat mencanangkan program redenominasi. Asalkan program sosialisasi dan tahapnya dilakukan dengan benar, kita optimistis program itu bisa mencapai hasil yang baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian dan Perbedaan Kekuasaan dan Kewenangan

8 UNSUR ADMINISTRASI NEGARA

CBN Internet (Palembang)